Pater Neles Tebay, Pr yang berperan sebagai moderator sekaligus host memperkenalkan kegiatan Seminar ini yang ada hubungannya dengan kegiatan Diskusi Publik, 16 Maret 2014 memperingati 7 hari meninggalnya Almarhum MSW. Dan juga merupakan keberlanjutan dari kegiatan yang akan datang, yakni mengenang 40 hari, 24 April mendatang.
Pater Neles mengaris bawahi jalanya diskusi, perjumpaan ini mendengarkan pandangan mereka (pemateri) mengenai Muridan dalam upaya kemanusiaannya untuk mewujudkan Papua tanah damai bagi siapa saja yang ada di atas tanah ini.
Yulianus Joli Hisage, Ketua Dewan Adat Daerah (DAD) Suku Hubula sebagai orang tua dari Honai mendapatkan kesempatan pertama untuk menyampaikan pandangan tua-tua adat tentang kehadiran dan karya-karya Muridan dalam tatanan nilai-nilai hidup orang Balim, Papua.
“awalnya kami mencurigai kehadirannya sebagai seorang peneliti di tengah-tengah kami karena dia bukan orang kami dan juga peneliti jarang memberitahukan perkembangan hasil penelitiannya kepada kami” ujarnya.
Lanjut Joli, “lambat laun paradigma awal itu berubah dengan metode pendekatannya terhadap orang pribumi, yakni, datang, tidur, makan dan minum, duduk dan cerita bersama-sama’’. Dengan pengalaman ini, sambung Hisage, tua-tua adat dari tiga suku, Yali, Hubula dan Lani mengukuhkannya sebagai Pejuang Kemanusiaan Papua baru-baru ini dalam memperingati kepergiannya dalam acara adat orang Balim (bakar batu) dan dipimpin dengan Misa oleh Pater John Djonga sendiri”.
Pater John Djonga, Pr yang mendapatkan kesempatan kedua untuk menyampaikan pandangannya tentang perjumpaannya dengan Muridan mengatakan, Muridan itu Ap Kain Meke dalam bahasa balim yang artinya pria sejati, pengayom, “dalam satu tulisan refleksi tentang Dr. Muridan, saya memberi judul Muridan: Ap Kain Meke dalam bahasa orang Balim yang memiliki arti berpengaruh, mengayomi, bekerja untuk kepentingan umum”. Ujar Pastor Paroki Hebupa, Dekenat Jayawijaya ini.
Pater Djonga juga menyampaikan nasehat yang pernah disampaikan Muridan padanya dalam perjumpaan pertama di Kokonau, “Pater harus lebih dekat dengan masyarakat, rasakan apa yang mereka rasakan dan itu baru dapat dimengerti apa kebutuhan mereka”.
Pater John menilai, Dr. Muridan adalah sosok yang Karismatik dan pejuang kemanusiaan, “saya hendak mengatakan bahwa Muridan itu karismatik, pluralis dan terbuka. Dia memiliki komitmen yang kuat hingga meninggal dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusian tanpa memandang dari agama, bahasa, suku. Walaupun dia dicercah baik oleh orang Papua, alm. Memiliki komitment bahwa saya tidak datang mencari kekayaan atau emasnya orang Papua tetapi memperjuangkan kemanusiaan yang sebentara diabaikan Negara”.
Miriam Ambolom, salah satu anggota JDP Papua mendapatkan kesempatan menyampaikan pandangan representasi perempuan tentang kerja-kerja Muridan untuk Papua. Ambolom mengaku, ”dalam pertemuan JDP hanya Pater Neles tanpa Muridan itu tidak lengkap. Kakak Muridan itu orang yang sangat luar biasa sederhana, sabar, berani, kasih sayang yang tinggi dan seorang pendengar yang baik”.
Thaha Al Hamid, yang juga pemateri keempat menyampaikan Muridan itu dapat diukur dari valuenya, “jadi kita dapat mengenang Muridan dari valuenya, yakni hati dan karyanya untuk kemanusiaan. Upayanya dalam mendirikan Jaringan Damai Papua bersama Pater Neles adalah hati dan juga karyanya. Maka, walaupun hari ini dia tidak ada tapi kita mengenang atas usaha dan karyanya itu”. Lanjut Thaha, “kami tidak tahu siapa Presiden terpilih nanti dan akan jadi pekerjaan berat bagi kita semua adalah bagaimana agenda Papua sudah ada di atas mejanya agar kita tidak memulai lagi dari nol”.
Pemateri terakhir adalah Yoris Raweyai, anggota Komisi I DPR RI. Yoris memuji Muridan adalah seseorang yang memiliki karakter dan prinsip yang kuat, “Muridan itu memiliki karakter dan prinsip yang kuat tentang apa yang diperjuangkan dan dia menyadari benar bahwa itu bukan masalah politik tetapi persoalan kemanusiaan. Dengan berbagai tantangan dan tekanan dia tetap konsisten pada apa yang dianggap benar bagi perdamaian di tanah Papua”.
Pada bagian akhir dari ulasannya, Yoris membacakan suatu surat rekomendasi dari Dr. Muridan S. Widjojo yang ditulis pada 14 Februari 2014 ketika sedang berobat di Rumah Sakit Ciptomangkusumo (RSCM) Jakarta. Inti dari isi surat itu mengatakan bahwa Yoris sudah layak mendapatkan gelar Honoris Causa (HC) dalam bidang “Perdamaian” dari Universitas Cenderawasih Papua karena telah memiliki pemahaman yang baik dan kerja-kerja nyata dalam mewujudkan perdamaian di Papua.
Salah satu peserta, Markus Haluk menyimpulkan bahwa kakak Muridan adalah intelektual yang mumpuni, “setelah berteman, berdiskusi dan bekerja sama dengan kakak Tuan Muridan, saya secara pribadi menyimpulkan bahwa Muridan adalah intelektual mumpuni, akivitis sejati dan dia memiliki kelebihan untuk menembus sekat-sekat yang tidak bisa dilalui orang lain”. Ujar Haluk aktivist Papua yang juga Sekjend Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Se-Indonesia (AMPTPI).
Seminar memperingati 47 tahun kelahiran Dr. Muridan S. Widjojo telah dilaksanakan di Aula STFT Fajar Timur Abepura, Jayapura Papua. Sekitar 80an orang menghadiri seminar ini baik dari tokoh gereja, perempuan, adat dan juga pemuda dan mahasiswa. Acara yang di fasilitasi JDP ini dimulai pukul 10.00WIT dan berakhir sekitar pukul 14.00WIT.
Selanjutnya siapa itu Dr. Muridan S. Widjojo, tabloidjubi.com banyak menulis tentang beliau yang salah satunya dapat dibaca berita yang berjudul: Muridan Widjojo Tokoh Jaringan Damai Papua Meninggal Dunia.
Oleh Mecky Wetipo